BAB
I
PENDAHULUAAN
A. Latar
belakang
Islam mlayu merupakan salah satu dari
tujuan wilayah peradaban islam terbesar di dunia. Kedudukan islam melayu tidak
terlepas dari asia tenggara yang disebut juga indonesia melayu. Sampai saat ini
waktu kedatangan islam diindonesia belum diketahui secara pasti.dan memang
sulit untuk mengetahui kapan suatu kepercayaan mulai diterima oleh suatu
komunitas tertentu.disamping wilayah itu nusantara yang luas dengan banyak
daerah perdagangan yang memungkinkan terjadinya kontak dengan orang asing,
mengakibatkan suatu daerah mungkin lebih awal menerima pengaruh islam dari pada
daerah lain. Penyebara islam telah
banyak berperan pada masyarakat melayu dari berbagai kehidupan terutama
perkembangan politik. Melalui kerajaan islam seperti kerjaan perlak yang
berdiri dari abad ke-3 H atau 9M.kerajaan samudra pasai abad ke-12M, kerajaan
aceh darussalam tahun 1524M, kerajaan siak indragiri abad ke-17M, dan
lain-lain. Sebelum kesultanan demak lahir, penyebaran agama islam dijawa sudah
dilakukan baik dari orang asing maupun bumi putera sendiri. Ada pun cara-cara
penyebaran yang dilakukan antara lain melalui pernikahan dengan wanita
setempat, dakwah, pendidikan, dan kesenian. Sebagai penyebaran agama islam,
beberapa antaranya tergolong dalam wali songo, penyebaran agama islam juga
ditunjukan kepulau-pulau lain, seperti maluku, lombok, kalimantan, dan sulawei,
penyebaran tersebut dipelopori oleh para ulama, termasuk wali song, dan
mendapatkan dukungan dari para penguasa
B. Rumusan
masalah
1. Bagaimana
sejarah islam kebudayaan melayu ?
2. Bagaimana
kedatangan islam diindonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Islam Di Indonesia
Menurut Taufik Abdullah, berbagai
kesaksian sejarah yang lebih kemudian memperlihatkan bahwa berita Ibn Batutta
tentang raja yang dikelilingi ulama itu merupakan awal dari terbentuknya sebuah
tradisi kerajaan maritim Islam di Nusantara. Sejarah Melayu, yang ditulis pada
abad ke-16, juga memberitakan tentang Sultan Malaka yang senang berdiskusi
tentang masalah-masalah agama. Namun, satu hal yang menarik untuk di catat,
kata Taufik Abdullah, bahwa awal masa berdirinya kerajaan Islam ditandai tidak
saja oleh usaha konsolidasi kekuasaan, tetapi juga, dan bahkan ini yang lebih
penting, keterlibatan sang raja dalam pengembangan ilmu keagamaan serta
penyebaran kesadaran kosmopolitanisme kultural Islam. Tetapi, konversi secara
massif penduduk Asia tenggara kepada Islam (juga Kristen), seperti diungkapkan
Anthony Reid, baru bermula pada sekitar tahun 1400, dan mencapai puncaknya pada
1570-1630, yang disebutnya sebagai “masa perdagangan”, the age of commerce.
Reid menyebut “konversi massal” (lebih dari seperdua penduduk Asia Tenggara
menjadi Islam dan Kristen) ini sebagai “revolusi keagamaan”, relegious
revolution.
Setelah berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada akhir abad ke 13 itu, seiring dengan terjadinya boom ekonomi sebagai berkah dari perdagangan bebas atau kapitalisme merkantilis, muncul berbagai entitas atau masyarakat politik Islam di berbagai wilayah Nusantara yang mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17.
Makalah ini akan memfokuskan pada pembahasan bagaimana pola-pola entitas politik itu terbentuk, bahasa politik (Islam) yang umum digunakan pada masa itu, dan konsepsi kekuasaan Islam, khususnya dalam tradisi Melayu dan Islam-Jawa, yakni Mataram, yang tampaknya mempunyai corak yang berbeda dari kerajaan-keraajan Islam Jawa “pesisir” dan kerajaan-kerajaan Islam-Melayu.
Setelah berdirinya kerajaan Samudera Pasai pada akhir abad ke 13 itu, seiring dengan terjadinya boom ekonomi sebagai berkah dari perdagangan bebas atau kapitalisme merkantilis, muncul berbagai entitas atau masyarakat politik Islam di berbagai wilayah Nusantara yang mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17.
Makalah ini akan memfokuskan pada pembahasan bagaimana pola-pola entitas politik itu terbentuk, bahasa politik (Islam) yang umum digunakan pada masa itu, dan konsepsi kekuasaan Islam, khususnya dalam tradisi Melayu dan Islam-Jawa, yakni Mataram, yang tampaknya mempunyai corak yang berbeda dari kerajaan-keraajan Islam Jawa “pesisir” dan kerajaan-kerajaan Islam-Melayu.
Islam tidak
mengubah desa menjadi suatu bentuk baru dari organisasi kekuasaan, seperti
umpamanya yang terjadi di Samudra Pasai. Konversi agama dijalankan, tetapi
pusat kekuasaan telah ada lebih dulu. Dari perbandingan beberapa tipe
Islamisasi dan pembentuknya negara ini, menurut Taufik Abdullah, muncul dua
pola yang menonjol. Yang pertama adalah situasi di mana Islam memainkan peranan
dalam pembentukan negara. Yang kedua adalah keadaan di mana Islam harus
menghadapi masalah akomodasi struktural. Tetapi dalam kedua pola perpindahan
agama tersebut, negara, baik yang berupa kadipaten-kadipaten yang terletak di
pinggir-pinggir sungai maupun kerajaan maritim yang relatif terpusat, berperan
sebagai “jembatan penyebrangan” Islamisasi bagi wilayah sekitarnya.
Ketiga, pola Jawa. Di sini Islam tampaknya tidak punya kebebasan untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, sebagaimana di Pasai. Soalnya jelas: Islam sudah harus berhadapan dengan sistem politik dan kekuasaan yang sudah lama mapan, dengan pusatnya keraton Majapahit. Benar, komunitas pedagang muslim sudah mendapat tempat di pusat-pusat politik pada abad ke-11 dan kemudian membesar pada abad ke-14. Tapi baru abad ke-14 komunitas itu menjadi ancaman yang serius bagi keraton pusat. Ini pun setelah Majapahit melemah, menyusul konflik internal keluarga kerajaan dan berbagai pemberontakan lokal.
Ketiga, pola Jawa. Di sini Islam tampaknya tidak punya kebebasan untuk memformulasikan struktur dan sistem kekuasaan, sebagaimana di Pasai. Soalnya jelas: Islam sudah harus berhadapan dengan sistem politik dan kekuasaan yang sudah lama mapan, dengan pusatnya keraton Majapahit. Benar, komunitas pedagang muslim sudah mendapat tempat di pusat-pusat politik pada abad ke-11 dan kemudian membesar pada abad ke-14. Tapi baru abad ke-14 komunitas itu menjadi ancaman yang serius bagi keraton pusat. Ini pun setelah Majapahit melemah, menyusul konflik internal keluarga kerajaan dan berbagai pemberontakan lokal.
Syahdan,
situasi yang runyam di pusat keraton itulah, yang membuka peluang kepada pada
para saudagar kaya di berbagai kadipaten di wilayah pesisir untuk menjauh dari
kekuasaan raja. Berbekal keuntungan besar dari perdagangan internasional, para
pedagang besar itu tidak saja masuk Islam, tapi juga membangun
komunitas-komunitas politik yang independen.
B.
Bahasa Politik Islam dan teori
Proses
Islamisasi di Asia Tenggara, seperti sering disebutkan, umumnya berlangsung
damai. Ini berbeda dengan Islamisasi, misalnya di Persia dan Turki, yang sering
melibatkan kekuatan militer. Agen Islamisasi di kawasan ini pada umumnya
pedagang, guru-guru sufi, (ulama) pengembara, wandering scholar — dan bukan
tentara yang didatangkan dari Jazirah. Menurut Azra, pola penyebaran seperti
itu, tak syak lagi membuat kawasan muslim Asia Tenggara jauh dari usaha
sentuhan Arabisasi. Meski kawasan ini secara kultural tidak mengalami
Arabisasi, bahasa Arab telah memainkan peranan penting dalam kehidupan sosial
keagamaan kaum muslimin. Banyak perbendaharaan kata Arab yang digunakan, tidak
saja yang berkaitan dengan soal-soal keagamaan, tapi juga menyangkut politik.
Misalnya, daulat, sultan, malik, khalifah, baiat, tadbir, harb, jihad, wathan,
majlis, umat, siasat, musyawarah, dan sebagainya. Selain itu, ada juga bahasa
Persia yang masuk dalam kosa-kata Melayu yang berkaitan dengan politik.
Misalnya, “diwan” (dewan), “johan” (pahlawan), “syah”, “tahta”, “lasykar”,
“nakhoda”, dan “syahbandar”.
Tapi, sebelum
membicarakan lebih jauh mengenai bahasa politik Islam, kita berputar dulu ke
belakang untuk melihat posisi bahasa Melayu sebelum dan setelah masa kedatangan
Islam. Hal ini kiranya penting diketahui, mengingat bahasa Melayu-lah yang
dipilih oleh para juru dakwah atau agen Islamisasi lainnya untuk mengembangkan Islam
di Asia Tenggara. Selain itu, kitab-kitab klasik di Nusantara boleh dikatakan
ditulis dalam bahasa Melayu, dan yang tidak kalah pentingnya menggunakan apa
yang disebut dengan huruf “Jawi”, atau “Arab pegon”.
Menurut Syed
Muhammad Naquib Al-Attas, orang-orang Arab yang mula-mula menyebarkan agama
Islam di kepulauan Nusantara, sengaja memilih bahasa Melayu sebagai
pengantarnya. Ada persamaan nasib, antara bahasa Arab dan Melayu, kata guru
besar bahasa dan kesusteraan Melayu Universiti Kebangsaan Malaysia yang asal
Bogor itu.
“Orang-orang
Arab telah memperkenalkan diri mereka pada daerah ini sejak sebelum Islam,
yaitu sejak zaman Jahiliyah. Seperti bahasa Arab zaman Jahiliyah, bahasa Melayu
pun tidak merupakan bahasa estetik dalam bidang agama.”
Kalaupun bahasa Arab bernilai tinggi, itu terutama dalam sastra rakyat. Sedangkan bahasa Melayu, kata Al-Attas, pengetahuan kita mengenai bahasa yang satu ini “boleh dibilang hampa belaka, dan mungkin, sebagai sastera rakyat, penggunaan bahasa kuno itu hanya dalam bentuk tradisi lisan.” Al-Attas tampaknya menolak pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu merupakan lingua franca. Soalnya pada zaman pra-Islam, perdagangan di kawasan ini tidak meluas pasarannya.
Kalaupun bahasa Arab bernilai tinggi, itu terutama dalam sastra rakyat. Sedangkan bahasa Melayu, kata Al-Attas, pengetahuan kita mengenai bahasa yang satu ini “boleh dibilang hampa belaka, dan mungkin, sebagai sastera rakyat, penggunaan bahasa kuno itu hanya dalam bentuk tradisi lisan.” Al-Attas tampaknya menolak pendapat yang mengatakan bahwa bahasa Melayu merupakan lingua franca. Soalnya pada zaman pra-Islam, perdagangan di kawasan ini tidak meluas pasarannya.
Lagi pula, kata dia, kalau bahasa Melayu
merupakan lingua franca waktu itu, mengapa ia tidak mencapai peringkat sebagai
bahasa sastra? Bahasa Melayu menjadi bahasa sastra memang setelah kedatangan
Islam, dengan Hamzah Fanshuri sebagai tokoh utamanya. Selain itu, masyarakat
Melayu adalah masyarakat pedagang, sebagaimana halnya masyarakat Arab
Jahiliyah. “Keadaan bahasa Arab yang demikian dapat kita bandingkan dengan
bahasa Melayu Kuno; sebagaimana halnya bahasa Arab tidak dipergunakan atau
mengambil peranan sebagai bahasa agama yang bersifat estetik seperti bahasa-bahasa
Yunani-Romawi Kuno dan Iran-Parsi Kuno, begitu juga bahasa Melayu Kuno tidak
dipergunakan untuk mengambil peranan sebagai bahasa agama-agama Hindu-Budha.”
Di Nusantara
peran itu memang diambil oleh bahasa Jawa Kuno dan bahasa Sanskrit.Selain itu,
kedatangan Islam yang diikuti dengan konversi penduduk kawasan Asia Tenggara
menjadi Islam, maka abjad Arab pun diadopsi. Maka, jika semula bahasa Melayu
hanya merupakan bahasa pasaran yang terbatas, setelah kedatangan Islam
mengalami revolusi. Selain diperkaya oleh kosa kata bahasa Arab dan Parsi,
bahasa Melayu juga dijadikan sebagai bahasa pengantar utama Islam di seluruh
Nusantara, dan pada abad ke-16 berhasil mencapai peringkat sebagai bahasa
sastra dan agama yang tinggi dan menggulingkan kedaulatan bahasa Jawa dalam
bidang-bidang ini.
Dengan ini pula
bahasa Melayu-Indonesia itu harus dianggap sebagai bahasa Islam, dan mungkin
merupakan yang kedua terbesar dalam dunia Islam.
Kembali ke bahasa politik. Hampir bisa dipastikan, ketika entitas politik Islam terbentuk pada akhir abad ke-13, dengan tegaknya kerajaan Samudera Pasai, maka pemakaian kosa kata politik Islam pun semakin meluas pula. Seperti telah dikemukakan, terbentuknya institusi-institusi politik di Nusantara selalui diawali oleh masuk Islam-nya raja-raja lokal, lalu diikuti para elite dan rakyat. Maka begitulah, “kerajaan” pun segera berubah menjadi “kesultanan”, sedangkan sang “raja” mendapat julukan “sultan” atau “malik”, di samping sebutan “raja” itu sendiri. Perubahan ini, menurut Azra, boleh dibilang lancar-lancar saja, seperti tampak pada kasus penguasa Pasai, Merah Silu, yang kemudian menjadi Sultan Malik al-Shalih itu.
Kembali ke bahasa politik. Hampir bisa dipastikan, ketika entitas politik Islam terbentuk pada akhir abad ke-13, dengan tegaknya kerajaan Samudera Pasai, maka pemakaian kosa kata politik Islam pun semakin meluas pula. Seperti telah dikemukakan, terbentuknya institusi-institusi politik di Nusantara selalui diawali oleh masuk Islam-nya raja-raja lokal, lalu diikuti para elite dan rakyat. Maka begitulah, “kerajaan” pun segera berubah menjadi “kesultanan”, sedangkan sang “raja” mendapat julukan “sultan” atau “malik”, di samping sebutan “raja” itu sendiri. Perubahan ini, menurut Azra, boleh dibilang lancar-lancar saja, seperti tampak pada kasus penguasa Pasai, Merah Silu, yang kemudian menjadi Sultan Malik al-Shalih itu.
Gelar sultan
yang disandang raja-raja Islam di Nusantara, bukan melulu pemberian para guru
sufi, seperti yang dilakukan oleh Syekh Isma’il kepada raja Pasai tadi. Bahkan
di antaranya ada yang mengusahakan sendiri kepada penguasa politik dan
keagamaan di Timur Tengah. Termasuk Pangeran Rangsang, pendiri kerajaan Mataram
yang lebih bercorak “Jawaisme” ketimbang Islam, yang kemudian lebih dikenal
dengan sebutan Sultan Agung itu.
Kegigihan para
penguasa muslim di Nusantara untuk memperoleh gelar sultan dari dari otoritas
politik dan keagamaan di Timur Tengah, tidak hanya menunjukkan hasrat kuat
mereka untuk memperoleh legitimasi tambahan, tetapi juga mengisyaratkan
keinginan untuk mengasosiasikan diri dengan pusat-pusat politik keagamaan
Islam. Dengan kata lain, mereka ingin diakui sebagai bagian integral dari Dar
al-Islam. Contoh yang paling konkret adalah acah yang secara resmi menyatakan
kepada penguasa Turki Usmani sebagai vasal state Kesultanan Usmani.
Satu hal yang
agaknya perlu digaris-bawahi, sehubungan dengan penggunaan bahasa politik Islam
itu. Yakni, penempatan raja pada kedudukan yang sangat tinggi di hadapan warga
masyarakat. Seperti halnya di pelbagai entitas politik muslim di Timur Tengah,
warga masyarakat politik di tanah Melayu pun disebut ra’yat. Mereka yang
digembala atau dituntun (ra’iyah). ini, di hadapan penguasa menyebut diri
mereka “patik”, “hamba”, atau “abdi”. Tak syak lagi, penguasa adalah
“penggembala” atau “tuan” yang bertanggung jawab langsung kepada Tuhan atas
gembala atau sahaya-sahaya mereka. Kekuasaan mereka kemudian diperkukuh lagi
melalui konsep “daulat”.
Berbeda dengan
makna aslinya yaitu “berputar, beralih, berganti, memilih, atau menunjuk
seseorang menggantikan yang lain, dalam bahasa politik Islam di Nusantara, kata
ini mengandung arti sebagai kekuatan dan kekuasaan yang tinggi dan besar,
meliputi lahir dan batin.
Bahasa politik
Islam di Nusantara memang mengenal pula kosa kata seperti “amanah”, “adil”,
“amar ma’ruf nahy mungkar”, yang diperuntukkan bagi para penguasa dalam
hubungan mereka dengan rakyat. Tapi harus kita akui, bahasa politik Islam di
Nusantara, seperti juga di negeri-negeri muslim lainnya, lebih banyak yang
pro-penguasa.
Islam datang dikawasan
Melayu diperkirakan pada sekitar
abad ke-7. Kemudian mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi
masyarakat secara optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. SAwal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara
pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah (seperti Mesir, Yaman, atau Teluk
Persia) atau dari daerah sekitar India (seperti Gujarat, Malabar, dan
Bangladesh), dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, semacam Sriwijaya di
Sumatra atau dengan di Maja Pahit di Jawa.
Perkembangan mereka pada abad ke-13 sampai awal abad
ke-15 ditandai dengan banyaknya pemukiman muslim baik di Sumatra seperti di
Malaka, Aceh, maupun di Jawa seperti di pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik,
Demak, dan sebagainya.
Pusat-pusat kekuatan
ekonomi masyarakat Islam secara tidak langsung terlembagakan dalam bentuk
kota-kota dagang atau munculnya para saudagar muslim, baik di Malaka, Aceh,
maupun pesisir-pesisir pulau jawa. Saudagar-saudagar Arab, kelompok-kelompok
sufi, dan para mubaligh dari teluk persia, Oman maupun dari Gujarat-Persia
tersebut atau dari berbagai tempat lain dari Timur Tengah terus berakumulasi
dengan kekuatan lokal, hingga terbentuknya komunitas politik, yakni kesultanan
pada abad ke-16. Dari sana para saudagar mendapat perlingdungan dan semangat
lebih untuk meneruskan langkah-langkah ekonomi dan dakwahnya untuk menembus
wilayah-wilayah Timur lainnya, seperti daerah-daerah Jawa, serta daerah Maluku,
seperti Ambon, Ternate, Tidore, dan seterusnya, termasuk Kalimantan,
pulau-pulau Sulu dan Filipina.[1][1]
Pengaruh persia terhadap
kebudayaan Melayu juga sangat terasa pada pemikiran-pemikiran seni dan bahasa.
Banyak pola-pola kata dan bahasa yang di adopsi dari pola-pola Persia, dimana huruf
akhiran “th” yang selalu dibaca tegas seperti pada kata
masyaraka(t), makluma(t), khiyana(t),
dan sebagainya. Sementara dalam pola bahasa Arab akhiran “t” selalu dibaca mati
dan diganti dengan akhiran “h”; khiyanah, ma’lumah, dan sebagainya. Istilah-istilah
lain seperti cilla (duduk bersila), bazar (pasar) dan sebagainya,
termasuk pada pola dan wujud seni sastra Melayu yang hampir separuhnya
terpengaruh Persia.[2][2]
Mengenai teori kedatangan Islam di Melayu terdapat banyak
pendapat dan masing-masing pendapat diikuti dengan bukti-buktinya. Memang
banyak hal yang dipermasalahkan apabila membicarakan apabila membicarakan
tentang kedatangan Islam. meskipun demikian maka teori kedatangan Islam
meliputi tiga hal pokok yakni dari mana asal kedatangan Islam waktu kedatangan
Islam dan siapa yang membawa Islam itu sendiri. Namun terlepas dari teori tersebut yang jelas Islam
pada awalnya bertapak di kota-kota pelabuhan seperti Samudra Pasai, Aceh,
Malaka, Riau, dan kota-kota pelabuhan lainnya. Hal ini disebabkan karena
Kepulauan Melayu memang berada di persimpangan jalan laut bagi para pedagang
yang akan melakukan perjalanan perniagaan. Misalnya pedagang Arab, Persia,
India, dan China dengan dua arah bolak balik. Oleh sebab itu secara umum
dikatakan bahwa Islam disebarkan oleh para pedagang muslim yang melakukan
perdagangan ke berbagai wilayah.[3][3]
Sebelum islam datang ke
tanah Melayu, orang-orang Melayu adalah penganut annimisme, hinduisme, dan
budhisme. Namun demikian, sejak kedatangannya Islam secara berangsur-angsur
mulai meyakini dan diterima sebagai agama baru oleh masyarakat Melayu Nusantara.
Proses islamisasi di Nusantara tidak dapat dilepaskan dari peranan kerajaan
Islam. Berawal ketika Raja setempat memeluk Islam, selanjutnya diikuti para
pembesar istana, kaum bangsawan dan kemudian rakyat jelata. Dalam perkembangan
selanjutnya, kesultanan memainkan peranan penting tidak hanya dalam
pemapanan kesultanan
sebagai institusi politik Muslim, pembentukan dan pengembangan
institusi-institusi Muslim lainnya, seperti pendidikan dan hukum (peradilan
agama) tetapi juga dalam peningkatan syiar dan dakwah Islam.[4][4]
Mengenai tempat asal
datangnya Islam ke kawasan Melayu ada berbagai teori antara lain:
1.
Teori Arab
Pendapat ini menyatakan bahwa Islam datang langsung dari
Arab atau lebih tepatnya dari Hadramaut. Karena jika dilihat secara nyata jauh
ke belakang sebenarnya telah terjadi hubungan antara penduduk nusantara dengan
bangsa Arab sebelum kelahiran Islam. Dalam
satu catatan -shih” telah ditemui pada tahun 650 M/30 H. perkampungan
tersebut dihuni oleh orang-orang Arab yang datang ke Sumatera pada abad ke-7 M.
Selain tu pula bahwa pada abad 7 M yakni sekitar tahun 632 M berangkatlah satu
ekspedisi yang terdiri dari beberapa orang saudagar Arab dan beberapa orang
mubaligh Islam berlayar ke negeri Cina dan tinggal di pelabuhan Aceh yaitu di
Lamuri. Kemudian dikatakan pula bahwa pada tahun 82 H atau tahun 717 M berlayar
pula 33 buah kapal Arab-Persia yang diketuai oleh Zahid ke Tiangkok dan singgah
pula di Aceh, Kedah, Suam, Brunei dan lain-lain. Kepentingan mereka adalah untuk berdagang dan
menyebarkan Islam. selanjutnya T. W. Arnold dalam bukunya “The Preaching Of Islam” menyebutkan pada 674 M telah ada koloni Arab
di Pantai Barat Sumatra dan ada dari pembesar Arab itu yang menjadi kepala
koloni disana, yaitu sekitar 676 M.
Teori Arab ini sangat banyak menampilkan bukti-bukti
tentang keberadaan orang Arab di Wilayah Melayu, baik sebelum Islam maupun
sesudah Islam. selain itu dapat juga dilihat bahwa system aksara Arab-Melayu
yang ada di nusantara merupakan saduran dari aksara Arab atau aksara Timur
Tengah. Hal ini menandakan telahh terjadinya interaksi yang dalam antara kedua
wilayah itu.[5][5]
Dalam Hikayat Raja-raja Pasai menyebutkan
Syeikh Ismail dengan kapal dari Mekkah ke Pasai, djan lalu ia mengislamkan
Merah Silu – penguasa setempat – yang kemudian diberi gelar Sultan Malik
al-Saleh.
Demikian juga informasi
yang diberikan dalam sejarah Melayu (1952), Parameswara – penguasa melaka –
juga di Islamkan oleh Sayyid Abdul Aziz, seorang Arab dari Jeddah. Setelah
masuk Islam ia diberi gelar Sultan Muhammad Syah. Historiografi lainnya, Hikayat Mahawangsa meriwayatkan bahwa
Syeikh Abdullah al-Yamani datang dari Makkah ke Nusantara dan mengislamkan
penguasa setempat, Phra Ong Mahawangsa(Merong Mahawangsa) dan para mentrinya,
serta sekalian penduduk Kedah. Setelah masuk Islam ia bergelar Sultan Muzaffar
Syah. Sementara itu, sebuah historiografi dari Aceh (1982) menerangkan bahwa
nenek moyang Sultan Aceh berasal dari
Arab yang bernama Syekh Jamal al-‘Alam, yang dikirim Sultan Utsmani untuk
mengislamkan penduduk Aceh. Riwayat Aceh lainnya menyatakan bahwa Islam
diperkenalkan di Aceh oleh seorang Arab yang bernama Syekh Abdulah ‘Arif
sekitar tahun 506 H/ 1111 M.[6][6]
Dalam seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia tahun
1962, Hamka menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Arab,
bukan melalui india bukan pada abad 11 akan tetapi Islam masuk pada abad
pertama Hijrah atau abad ke-7 Masehi. Pendapat ini didukung oleh Naquib
al-Attas dengan mengkaji literature Melayu abad ke-10 dan 11 H (16-17 M).
karena dalam berbagai tulisan Melayu selalu disebutkan peran bangsa Arab dalam
proses Islamisasi.[7][7]
2.
Teori India
Teori kedatangan Islam ke Nusantara dibawa oleh
pedagang-pedang dari India telah dipelopori oleh orientalis seperti Snouck
Horgronje dan Brain Harrison. Teori ini diperkuat lagi dengan bukti lain yakni
penemuan batu-batu nisan seperti batu nisan di Pasai yang bertanggal 17
Dzulhijjah 831 H (27 September 1428) mirip dengan batu nisan yang ada dimakam
Maulana Malik Ibrahim di Gresik Jawa Timur bahkan sama pula bentuknya dengan
batu nisan yang terdapat di Cambay, Gujarat. Sementara itu didapati
juga
pendapat yang mengatakan bahwa Islam dibawa oleh pedagang-pedagang yang berasal
dari Malabar bukan Gujarat. Hal ini
dekarenakan adanya kesamaan mazhab yang di anut oleh masyarakat Nusantara
dengan masyarakat di Malabar yakni manganut Mazhab Syafi’i. Sedangkan di Gujarat,
masyarakatnya mengamalkan mazhab Hanafi. Selain itu Gujarat menerima Islam
lebih belakang dari Pasai.
Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa muslim yang
banyak di Pasai adalah orang-orang Benggali atau keturunan mereka. Islam muncul
pertama kali di semenanjung Malaya dari arah pantai Timur bukan dari pantai
barat yaitu Malaka. Pendapat ini banyak dinilai lemah oleh sejarawan karena
alasannya tidak kuat terutama dalam hal
angka tahun.
3.
Teori China
Terdapat juga teori yang mengatakan bahwa Islam di bawa
ke Nusantara melalui Negara China karena Islam telah sampai ke China pada zaman
pemerintahan Dinasti Tang sekitar tahun 659 M. pendapat ini didukung oleh
Emanuel Godinho De Evedia yang digunakan oleh Othman dalam tulisannya yang
mengatakan bahwa Islam datang ke Nusantara dari China melalui Kanton dan Hainan
pada abad ke-9 M dengan bukti ditemukannya batu bersurat di Kuala Berang
Telengganu yang terletak di Pantai Timur Tanah Melayu.
Selain itu, teori ini didukung oleh fakta di mana telah terjadi
kegiatan perdagangan antara orang-orang Islam dari Asia barat (Arab-Persi)
sejak abad ke-3 H (abad ke-9 M) atau lebih awal yaitu abad pertama kali hijrah
(abad ke-7). Menurut Syafi Abu Bakar dalam penelitiannya mengatakan bahwa
terdapat lebih kurang 200.000 pedagang-pedagang di pelabuhan Katon yang
sebagian besarnya adalah pedagang-pedagang Islam.
Mengenai teori China ini sebenarnya masih lemah karena
secara area atau lokasi, negeri China berada di sebelah utara dan untuk sampai
ke China harus melalui Selat Malaka terlebih dahulu. Jika orang-orang Arab
berdagang ke China mestinya akan singgah terlebih dahulu di Nusantara sebelum
Sampai ke China karena Nusantara berada di tengah-tengah pelayaran perdagangan
yang terkenal dengan nama selat Malaka. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri
bahwa Islam telah ada di Nusantara sebelum ke China.
4.
Teori Eropah
Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari eropah
secara mutlak berpegang pada apa yang disebutkan oleh pengembara italia
Marcopolo bahwa masuknya islam ke Asia Tenggara adalah pada abad ke tiga belas
Masehi di sebelah utara pulau sumatera. Dalam hal ini mereka membatasi pendapat
hanya pada perjalanan Marcopolo ke daerah tersebut yang terjadi pada tahun 1292
M dengan pendapatnya sebagaimana yang tertulis di dalam Ensiklopedia dunia
islam sebagai berikut:
“sesungguhnya semua penduduk negeri ini adalah penyembah
berhala kecuali di kerajaan kecil perlak yang terletak di timur laut Sumatera
dimana penduduk kotanya adalah orang-orang islam. sedangkan penduduk yang
tinggal di bukit-bukit mereka semuanya adalah penyembah berhala atau
orang-orang biadab yang memakan daging manusia,”
Selanjutnya, dikatakan pula bahwa karena penamaan ini
sebelum kedatangan Marcopolo, maka hal ini menmbulkan tanda Tanya. Mungkin saja
daerah samara bukan samudra itu sendiri. Tetapi jika ya demikian, maka
Marcopolo salah ketika mengatakan kota itu bukan kota islam, karena
sesungguhnya di sana terdapat beberapa batu tertulis dan merupakan pemerintahan
islam pertama di samudra. Sultan Malaka yaitu Malik al-Shaleh berada di sana
tahun 696 H (1297 M). Dengan demikian itulah masa pertama yang jelas tentang
adanya masyarakat islam yang pertama di Nusantara.
5.
Teori Muslim
Ada beberapa pendapat
sejarawan Arab dan Muslim tentang masuknya islam di Asia Tenggara. Misalnya
Muhammad Dhiya Syahab dan Abdullah bin Nuh mengatakan bahwa banyak buku-buku
sejarah dari Barat dan orang-orang yang mengikutinya yang mengira bahwa islam
masuk ke Indonesia pada abad ke 13 M tetapi saya berkeyakinan bahwa masuknya
islam ke Asia Tenggara jauh sebelum masa yang diduga oleh orang-orang asing itu
dan para pengikut mereka.
Kemudian pendapat Syarif
Alwi bin Thohir Al-Haddad salah seorang Mufti Kesultanan Johor Malaysia
mengatakan bahwa pendapat-pendapat para sejarahwan tentang masuknya islam ke
Asia Tenggara adalah tidak tepat. Terutama pendapat sejarawan Eropa yang menetapkan masuknya islam ke jawa pada
tahun 800-1300 H, di Sumatera dan Malaysia pada abad ke 7 Hijriah. Kenyataan
yang benar bertentangan dengan apa yang mereka katakan. Karena sesungguhnya
islam telah mempunyai raja-raja di Sumatera pada abad ke enam bahkan ke lima
hijriah.
Kemudian ahli sejarah dan
mufti ini mengatakan bahwa telah terjadi kesalahan tentang masuknya islam ke
sumatera, negeri-negeri melayu, kepulauan sulu dan Mindanao. Islam telah masuk
ke daerah-daerah tersebut sebelum waktu yang disebutkan oleh orang-orang eropa.
Bukti-bukti telah menunjukkan hal tersebut. Demikian juga yang terjadi tentang
masuknya islam ke jawa dan china. Rahasia (kunci) kesalahan ini sebagaimana
dikatakan adalah, bahwasanya orang-orang jawa tidak mempunyai penggalan tahunan
yang tepat sebelum masuknya islam dan sesungguhnya hal itu terjadi jauh setelah
itu dan di masukkan pada kejadian-kejadian dalam sejarah.
Keterangan-keterangan
di atas ditambah lagi dengan apa yang disebutkan oleh sejarah-sejarah Sulu dan
Mindanao, bahwasanya Makhdum datang ke daerah-daerah tersebut sebagai da’I pada
tahun 1380 M yaitu tahun 782 hijriah bertepatan dengan 1308 tahun jawa. Maka
antara masuknya Makhdum Isha ke jawa dan tahun ini terdapat perbedaan yang tak
kurang dari 47 tahun.
Selain
itu, Dr. Muhammad Zaitun mengatakan bahwa walaupun para sejarahwan menyebutkan
masuknya islam ke Malaysia pada abad ke enam hijriah (abad ke 12 M), pendapat
yang lebih kuat adalah islam telah masuk kesana jauh sebelum itu. Mungkin tahun
yang disebutkan oleh mereka hanya menjelaskan catatan-catatan sejarah seperti
yang tertulis di prasasti yang sampai kepadanya sesudah pemerintah wilayah-wilayah
tersebut memeluk agama islam dan terbentuk kesultanan-kesultanan islam di
daerah tersebut. Di Malaysia, wilayah kedah adalah wilayah
yang paling cepat memeluk islam.[8][8]
6.
Teori Benggali (Bangladesh)
Teori yang menyatakan bahwa Islam itu datang dari
Benggali (kini Bangladesh) yang diajukan oleh Fatimi. Fatimi beragumentasi
bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang benggali atau keturunan
mereka. Selain itu Fatimi menjelaskan bahwa Islam muncul pertama kali di
Semenanjung Malaya adalah dari arah pantai timur, bukan dari barat (Malaka),
pada abad ke 11 M, melalui Kanton,
Phanrang, sementara elemen-
elemen prasasti yang ditemukan di Terengganu juga lebih
mirip dengan prasasti yang ditemukan di Leran.
Teori Gujarat dan
Bengali sebagai tempat asal Islam di Nusantara mempunyai kelemahan-kelemahan
tertentu. Ini dimunculkan oleh Morrison (1951). Ia menjelaskan meski batu-batu
nisan yang ditemukan di tempat-tempat tertentu di Nusantara boleh jadi berasal
dari Gujarat atau Bengali, itu tidak berarti Islam juga datang dari sana.
Menurut Morrison, pada masa Islamisasi Samudera Pasai yang raja pertamanng raja
pertamanya wafat tahun 698 H/1297 M, Gujarat masih merupakan kerajaan
Hindu. Barulah setahun kemudian (699 H/1298M) Cambay, Gujarat ditahlukkan
kekuasaan Muslim. Selanjutnya dinyaatakan, meski laskar Muslim beberapa kali
menyerang Gujarat - masing-masing 415 H/1024 M, 574 H/1178 M, 595 H/1197 M –
raja hindu disana mampu mempertahankan kekuasaannya hingga tahun 698 H/1297 M.
Berdasarkan hal tersebut, Morrisson
mengemukakan bahwa Islam di Nusantara bukan berasal dari Gujarat,
melainkan dibawa para Muslim dari Pasai Coromandel pada akhir abad ke-13.[9][9]
C.
Awal Terbentuknya Komunitas Muslim
Dikawasan Melayu
Sebelum kesultanan demak lahir, penyebaran agama
islam dijawa sudah dilakukan baik dari orang asing maupun bumi putera sendiri.
Ada pun cara-cara penyebaran yang dilakukan antara lain melalui pernikahan
dengan wanita setempat, dakwah, pendidikan, dan kesenian. Sebagai penyebaran
agama islam, beberapa antaranya tergolong dalam wali songo, penyebaran agama
islam juga ditunjukan kepulau-pulau lain, seperti maluku, lombok, kalimantan,
dan sulawei, penyebaran tersebut dipelopori oleh para ulama, termasuk wali
song, dan mendapatkan dukungan dari para penguasa.
Hal semacam ini tampak dalam penyebaran islam
misalnya dikalimantan selatan. Pada tahap awalnya islam disebarkan dinusantara
melalui jalur perdagangan, dalam arti islam dibawa dan diperkenalkan pada
masyarakat nusantara oleh para pedagang asing.
Kata melayu di dapat didokumen cina sejak tahun 644M
yg menceritakan pengiriman utusan dari sumatera bagian selayab kecina. Menurut dokumen tersebut peziarah budha
kecina sudah dua kali dtang kedaerah ini pertama kejambi tahun 671dan kedua
kemelayu yang berada disriwijaya.begitu juga catatan rahib budha I-Tsing
menggunakan kata ma-lo-yu untuk tentang dua kerajaan yang disinggahinya tahun
675M yaitu kerajaan melayu disungai batang dan kerajaan sriwijaya dipalembang.
Pada catatan kesusasteraan cina juga menyebutkan bahwa, pengembara yang singgah
kenusantara mendapati bahasayang di tuturkan oleh penduduk setempat bahasa K
UN-LUN yang dipercaya oleh penyelidik
sebagai bahasa melayu kuno.
Defenisi melayu menurut etimologi menurut beberapa
pendapat adalah kata melaya kependekatan himalaa yaitu tempa himalaya yaitu
tempat bersaji, kata melayapura menunjuk kota melayu atau kerajaan melayu,dalam
kata bahassa jawa kuno kata melayu bermaksud mengembara atau pergi
kemana-mana,van der tuuk menyebutkan kata melayu berarti menyeberang yang
merujuk kepada orang melayu yang melayu menyeberang atau menukar agama mereka
dari agama hindu-budha kepada agama islam.
Pengertian yang sempit yaitu dikatakan melayu dengan
ciri-ciri yang lazim berbahasa melau, kebudayaan melayu dan beragama islam
seperti beragama islam seperti dikemukakan pelembagaan malaysia perkara 13.
sedangkan berdasarkan etnik dengan berbhasa melayu
dan kebudayaan melayu walapun tidak beragama islam yaiu oraang-orang melayu
seperti yang terdapat dalam pelembagaan malaysia,orang-orang melayu yang
mendiami kawasan selatan thai, pesisir sumatra utara
(medan,deli,serdang,palembag,riau,lingga)
Pengertian luas melayu lebih mengutamakan ras dan
peradaban maka dikemukakan lah konsep dunia melayu hampir setiap masyarakat
melayu memiliki dan mengklaim pengertian melayu secara geografis,ras,dan budaya
menuru sifat dan keadaan mereka diberbagai tempat mereka diasia tenggara, ini
karna banyaknya pengertian melayu dan sedikit pengertian itu bermakna sama.maka
sampai saat inipun pengertia istilah melayu secara khas masih berbeda. Namun
paling tika dapat mengambil suatu garisan bahwa melayu menujuk satu bangsa,
wilayah, suku, kerajaan, peradaban, dan lain-lain yang berhubungan dengan
melayu.
1. Masuknya
Islam diwilayah Melayu
Sejarah islam dalam kebudayaan melayu
indonesia
Sebenarnya yang disebut melayu bukanlah suau
komunitas etnik atau suku bangsa. Namun dalam hal ini masyarakat merupakan
kumpulan etnik-etnik serumpun yang menganut agama yang sama dengan menggunakan
bahasa yang sama. Etnik-etnik serumpun yang lain pada umumnya menempati suatu
daerah tertentu. Dimanapun berada bahasa dan agama mereka sama, melayu dan
islam.kepulauan melayu merupakan gerbang masuk terdapat bagi pelayaran ketimur.
Karna itu tidak heran jika kerajaan-kerajaan islam awal seperti samudra pasai.
Masuknya
islam dimelayu menurut beberapa ahli ada beberapa teori yaitu
a. Islam
datang langsung dari arab tepatnya hadramaut sekitar abad 7 M.
b. Islam
datang ketanah melayu dari india yang bermazhab syafiin yakni dari gujarat,
malabar, keasia tenggara melalui perdagangan karna banyak ditemukan kota
pelabuhan dan pusat-pusat perdagangan.
c. Islam
datang dari benggali yang anak keturunan mereka menyebar kepasai islam datang
pertama kali disenanjung melaya pada abad ke-11 melalui kantong phanrang
(vietnam).
Adapun masuknya islam dimasyarakat melayu
dimadagaskar dibawa oleh pedagag arab dan masyarakat melayu dari
nusantara.kedatangan islam ketanah melayu secara damai diserap baik-bai hamir
seluruh kalangan bahkan menjadi peroses islamisasi dari berbagai sendi
kehidupan seperti dalam hal politik telah menggubah kerajaan melayu dengan
sistem kesultanan.dalam hal ini azzumardi azra dalam bukunya diasia tenggara
mengemukakan “dengan kedatangan islam entitas politik melayu kemudian secara
variatif disebut ”kerjaan dan kesultanan”.bahkan gelar sultan diperoleh dari
pengguasa tertentu ditimur tenggah dan penguasa islam diturki.istilah-istilah
dan jabatan politik pun sarat dengan identitas politik islam.
Dalam bidang hukum kerajaan atau kesultanan melayu
pun mengadopsi dan menerakan hukum islam diwilayah kekuasaan
masing-masing.misal hukum potong tangan atau potong kaki bagi pencuri pada
kerajaan diaceh,berunai,banten, dan beberapa kesultanan disemenanjung malaya .
selain itu juga hukuman keras diberlakukan pada kejahatan seksual misal
dikesultanan pattani seorang bangsawan yang menghukum mati anak peremuan yang terbukti
melakukan pelanggaran seksual. Dikesultanan jambi mewajibkan rakyatnya
memkai pakaian panjang.begitu juga
dimakasar kaum perempuan diwajibkan memakai pakaian model arab.selain itu kaum
lelaki yag telah menjadi muslim diperintahkan untuk berambut pendek.
2. Islam
Melayu divietnam
Vietnam saat ini merupakan negara yang terbentuk
republik sosialis,terletak diantara kamboja dan laos dibagian barat dan cina
bagian utara ibukotanya hanoy. Masuknya islam kedaerah ini diperkirakan pada
abad 10 dan 11M melalui jamah india,persia, dan perdagangan arab yang pada waktu itu disini telah ada
kerajaan cham.umat islam disini menganut dua mazhab yaitu mazhab suni dan mazzhab bani divietnam
umat islam terbagi tiga kelompok kelasik umat islam yaitu kelompok pertama muslim
cham yang merupakan kelompok myoritas, kelompok kedua adalah umat yang berasal
dari suku-suku yang beragama, mereka adalah pedagang muslim yang datang dari
negeri yang beragam. Kelompok ini dengan jumlah umat muslim terbesar, kelompok
ketiga adalah muslim dari warga negara vietnam asli yang warganya masuk islam
atau islam karna pernikahan.
3. Islam
Melayu diberuneidarussalam
Islam menjadi agama dibrunei ketika rajanya awang
alak betatar masuk islam dan berganti nama menjadi sultan Muhammad syah tahun 1406-1408.
Lalu seluruh istana masuk islam. Kemudian islam berkembang pesat ketika brunei
mengambil alih pusat penyebaran islam, kebudyaan islam dan perdagangan ketika
malaka jatuh oleh portugis tahun 1511.
4. Islam
Melayu difilipina
Islam datang
kefilipina pada abad ke-12 yang dibawa oleh orang arab melalui perdagangan yang
melewati malaka dan filipina. Islam berkembang cukup baik disini hal ini
ditunjukan adanya masyarakat muslim dan berdirinya kerajaan islam.
5. Islam
Melayu disemenanjung Malaya
Semenanjung malaya adalah wilayah setrategis dan
menjadi pusat perdagangan diselat malaka yang berdampingan dengan pulau
sumatra. Kesultanan malaka terletak disenanjung malaya ini.pendirinya adalah
parameswara dari majapahit, syamsul munir mengemukakan lebih lanjut bahwa kesultanan malaka ini berasal dari kesultanan
samudra pasai.parameswara menikah dengan putri sultan samudra pasai lalu masuk
islam,dan menjadi raja pertama bergelar megat iskandar syah.[10]
6. Datangnya
islam keindonesia
Sampai saat ini waktu kedatangan islam diindonesia
belum diketahui secara pasti.dan memang sulit untuk mengetahui kapan suatu
kepercayaan mulai diterima oleh suatu komunitas tertentu.disamping wilayah itu
nusantara yang luas dengan banyak daerah perdagangan yang memungkinkan
terjadinya kontak dengan orang asing, mengakibatkan suatu daerah mungkin lebih
awal menerima pengaruh islam dari pada daerah lain.
Beberapa ahli menyebutkan bahwa berdasarkan berita
cina dari dinasti tang, islam sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat
indonesia pada abad ke-VII-VIII M. beria tersebut meneceritakan bahwa orang
ta-shih mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan holing yang dipimpin ratu
simo karena pemerintah di holing sangat kuat.meskipun hal itu tidak dapat diartikan bahwa orang islam belum menjejakan
kakinya dibumi indonesia.namun paling tidak memungkinkan belum terbentuknya
komunitas muslim.
D. Awal
Terbentuknya Entitas Politik Muslim di Kawasan Melayu
1. Islam
melayu diindonesia
Islam
masuk keindonesia diperkirakan abad ke-7 atau 8M hal ini dikemukan oleh serjana
muslim taufik abdullah. Ketika islamm masih dianut para pedagang timur tengah
yang berlayar keindonesia.bersama dengan pedagang ini juga datang para dai dan
para sufi sehingga memungkinkan terbentuknya perkampungan muslim, lalu kemudian
membentuk struktur pemerintahan dengan mengangkat kepala suku gampun samudra
menjadi raja sultan malik as-sholeh.pada abad ke-13 setelah kehancuran baghdad
islam masuk secara besar-besaran dan mempunyai kekuatan politik dengan
berdirinya kerajaan samudra pasai.
Musyrifah
sunanto mengemukakaan bahwa masuknya islam diindonesia melalui saluran-saluran
berikut.
a. Perdagangan
yang menggunakan sarana pelayaran,.
b. Dakwah
yang dilakukan oleh mubaligh yang berdatangan bersama pedagang.
c. Perkawinan,yaitu
perkawinan antara pedagang muslim dengan anak bangsawan indonesia
d. Pendidikan
,setelah kedudukan patra pedagang mantap, menguasai kekuasaan ekonomi.pusat
perekonomian itu berkembang menjadi pusat pendidikan dan penyebaran islam.
Islam diindonesia secara garis besar
terbagi tiga tahap yaitu.
1) Bermula
penyebarannya dikota-kota pelabuhan yang kemudian berkembang menjadi kerajaan
seperti kerajaan samudra pasai pada abad 12.
2) Pada
abad ke-12 ketika VOC dan kolonial belanda menjajah indonesia .peran politik
colonial banyak mempengaruhi kehidupan beragama ditanah air.peran ulam
terpinggirkan dan ulama-ulama diluar keraton jawa mengadakan perlawanan
terhadap penjajah .
3) Awal
abad ke-20 ketika peran politik dan ekonomi memporakporandakan bagunan struktur
tradisional, maka peran ulama menjadi tumpuan menghadapi colonial belanda.
Peran ulama semakin meluas dengan membuka pesantren
kepedalaman-pedalaman dan pemukiman baru, dan pengiriman santri ketimur tengah
oleh karena para sultan telah banyak dilakukan maka kepemimpinan bergesar pada ulama
dan kiai. Lebih lanjut musyripah sunanto mengemukakan bahwa, orientasi
penyebaran islam yakni melalui organisasi-organisasi yang didirikan ulama muda
satri dari timur tenggah yang memiliki ispirasi keislaman.
Penyebara islam
telah banyak berperan pada masyarakat melayu dari berbagai kehidupan
terutama perkembangan politik. Melalui kerajaan islam seperti kerjaan perlak
yang berdiri dari abad ke-3 H atau 9M.kerajaan samudra pasai abad ke-12M,
kerajaan aceh darussalam tahun 1524M, kerajaan siak indragiri abad ke-17M, dan
lain-lain.
2. Istitusi
Politik
Pada tahap berikutnya,terbentuklah kerajaan islam
yang tertua adalah samudra pasai yang terletak dipantai timur aceh. Disitu
ditemukan pemakaman kuno, yang nisan-nisanya membuat prasasti dengan bahasa dan
huruf arab.pada salah satu nisan tersebut tercantum perasasti yang memuat nama
al-sultan al-malik al-saleh yang wafat pada tahun 696 H.pencantum sebutan
al-sultan itulah yang menjadi dasar interpretasi keberadaan suatu institusi
politik islam dikawasan tersebut.
Tentunya sebelum terbentuk institusi politik islam,
lebih dahulu sudah terjadi penyebaran agama islam secara luas dikalangan
masyarakat. Hal itu tersirat dalam sumber-sumber tertulis yang terkait dengan
kawasan tersebut. Marcopolo yang pada tahun 1292 berkunjung kebeberapa
pelabuhan dikawasan itu seperti ferlec atau perlak, mengatakan bahwa penduduk
kota beragama islam, sedangkan penduduk pedalaman
masih kafir.disisi yang lain sumber tertulis seperti
hikayat raja-raja pasai dan sejarah melayu hanya mengkisahkan bahwa pemimpin
disamudra pasai diislamkan oleh fakir muhammad.
3. Penyebaran
Islam
Sebelum kesultanan demak lahir, penyebaran agama
islam dijawa sudah dilakukan baik dari orang asing maupun bumi putera sendiri.
Ada pun cara-cara penyebaran yang dilakukan antara lain melalui pernikahan
dengan wanita setempat, dakwah, pendidikan, dan kesenian. Sebagai penyebaran
agama islam, beberapa antaranya tergolong dalam wali songo, penyebaran agama
islam juga ditunjukan kepulau-pulau lain, seperti maluku, lombok, kalimantan,
dan sulawei, penyebaran tersebut dipelopori oleh para ulama, termasuk wali
song, dan mendapatkan dukungan dari para penguasa.
Hal semacam ini tampak dalam penyebaran islam
misalnya dikalimantan selatan. Pada tahap awalnya islam disebarkan dinusantara
melalui jalur perdagangan, dalam arti islam dibawa dan diperkenalkan pada
masyarakat nusantara oleh para pedagang asing.
4. Islam
dan Kebudayaan Melayu
a. Sejarah
islam dalam kebudayaan melayu indonesia
Sebenarnya
yang disebut melayu bukanlah suau komunitas etnik atau suku bangsa. Namun dalam
hal ini masyarakat merupakan kumpulan etnik-etnik serumpun yang menganut agama
yang sama dengan menggunakan bahasa yang sama.
Etnik-etnik
serumpun yang lain pada umumnya menempati suatu daerah tertentu. Dimanapun
berada bahasa dan agama mereka sama, melayu dan islam.kepulauan melayu
merupakan gerbang masuk terdapat bagi pelayaran ketimur. Karna itu tidak heran
jika kerajaan-kerajaan islam awal seperti samudra pasai.
Abad
ke-13 agama islam mulai berkembang pesat dikepulauan melayu, karena pada saat
itu agama hindu dan budha mengalami kemunduran pada peranan politiknya.yang
ditandai dengan mundurnya kerajaan sriwijaya dan swarnabumi dan dengan
kerisisnya ekonomi yang membelitnya.
Agama
islam tidak mengenal sistem kasta dan kependapatan, oleh karena itu seluruh
lapisan masyarakat dapat masuk dalam pendidikan.islam adalah agama kitab yang
wajib belajar menulis dan membaca bagi pemeluknya.islam juga mendorong
terjadinya perubahan besar dalam jiwa bangsa melayu dan kebudayaannya.
b. Nilai
budaya masyarakat melayu
Usaha dalam
menghidupkan kebudaya melayu akhir-akhir ini berlangsung cukup marak.berbagai
kegiatan dalam usaha menghidupkan kebudayaan melayu kerap kali dilakukan,mulai
dari pernebitan buku, festival.sampai pemberian penghargaan dalam memajukan
kebudayaan. Semua itu jelas menunjukan adanya kesadaran generasi melayu akan
kebesaran kebudayaan mereka dan pentingnya menjaga kesinambungan kebudayaan
melayu itu sendiri kini dan esok, bahkan juga memajukannya sampai pada tingkat
yang membanggakan, seperti yang telah dicapai kebudayaan melayu pada masa
lampau. [11]
5. Entitas
politik
Dinusantara
umumnya entitas atau masyarakat politik disebit kerajaan A.C. milner
menyebutnya sebagai “kondisi memiliki seorang raja “ entitas politik islam ini
sebenarnya merupakan kelanjutan
dari entitas politik pada masa-masa
pra-islam, dimana raja-raja mempunyai kedudukan yang sangat pentingdan sering
dipandang sebagai pribadi yang tercerahkan. [12]
Dari berbagai sumber, disepakati bahwa budaya awal
masyarakat Indonesia adalah budaya yang identik dengan animisme dan dinamisme.
Animisme ialah suatu paham dimana setiap benda memiliki animus atau jiwa yang
diyakini memiliki pengaruh bagi manusia, seperti azimat-azimat, tongkat dan
sebagainya. Sedangkan dinamisme ialah kepercayaan dimana setiap benda memiliki
kekuatan seperti gunung-gunung, batu-batu dan sebagainya. Pada
perkembangannya budaya yang mencirikan budaya primitif ini, mulai beralih ke
budaya Hindu-Budha, meminjam istilah dari Taufik Abdullah yang mengatakan bahwa
pra-Islam masyarakat terlebih dahulu mengalami yang namanya “Hindunisasi”,
proses Hindunisasi ini memberikan landasan yang kuat bagi pondasi kebudayaan
masyarakat melayu. Tampilnya Islam, sebagai agama dan kekuatan dagang di tanah
melayu, tidak serta merta merusak landasan ini, tetapi secara perlahan-lahan
mengubah dasar ideologinya.
Abdul Karim dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang berubah pasca kedatangan Islam.
Abdul Karim dalam bukunya menjelaskan bahwa ada beberapa hal yang berubah pasca kedatangan Islam.
Pertama, dibidang ketuhanan, ditetapkan tauhid yang patut dipuja
dan diyakini memiliki kekuasaan Yang Maha Besar ialah Allah Yang Tunggal.
Ke-dua, Manusia dihadapan Allah SWT memiliki derajat yang sama, kemuliaan
diperoleh apabila manusia bertawakal kepada Allah SWT, dan taqwa menjadi ukuran
kemuliaan. Ke-Tiga, kehidupan manusia dalam masyarakat terikat dalam
kesatuan dan persatuan yang terbagi-bagi menurut susunan kemasyarakatan.
Ke-empat, kehidupan bermasyarakat diatur oleh aturan-aturan yang
dibuat secara bersmusyawarah sesuai dengan kehendak bersama. Ke-lima, nikmat
Allah yang tertuang dilangit, bumi, dan diantara keduanya harus dinikmati
secara merata.
Pada mulanya kedatangan Islam lebih menekankan atau memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan keyakinan dan peribadatan atau ritual, tetapi pada perkembangannya, Islam juga mengarahkan manusia untuk berbudaya, karena Islam menganggap bahwa kebudayaan merupakan bagian dari agama. Seperti pertanyaan HAR Gibb yang dikutip oleh Nasir yang mengatakan bahwa “Islam is indeed much-morew than a system of theology, it is complete civilization”, Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna, lebih lanjut Nasir menambahkan bahwa landasan perdaban Islam adalah kebudayaan Islam, terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama, dalam Islam agama bukanlah kebudayaan, tetapi agama dapat melahirkan kebudayaan.
Pada mulanya kedatangan Islam lebih menekankan atau memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan keyakinan dan peribadatan atau ritual, tetapi pada perkembangannya, Islam juga mengarahkan manusia untuk berbudaya, karena Islam menganggap bahwa kebudayaan merupakan bagian dari agama. Seperti pertanyaan HAR Gibb yang dikutip oleh Nasir yang mengatakan bahwa “Islam is indeed much-morew than a system of theology, it is complete civilization”, Islam sesungguhnya lebih dari sekedar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna, lebih lanjut Nasir menambahkan bahwa landasan perdaban Islam adalah kebudayaan Islam, terutama wujud idealnya, sementara landasan kebudayaan Islam adalah agama, dalam Islam agama bukanlah kebudayaan, tetapi agama dapat melahirkan kebudayaan.
Hal diatas bersesuaian
dengan hasil kajian sebagian besar sarjana dan peneliti yang mengkaji islam
dikawasan nusantara, mereka sependapat bahwa sejak era formatif pada masa
awalnya, Islam memainkan peran penting dalam perjalanan sejarah, sosial budaya,
intelektual, politik dan ekonomi Nusantara atau Asia Tenggara umumnya. Dalam
konteks ini Judith Nagata, ahli Islam Asia Tenggara, menyimpulkan bahwa “It is
almost imposible to think of Malay without reference to Islam”. Hal ini
menjelaskan bahwa mustahil rasanya jika memikirkan Melayu tanpa mengkaitkan
dengan Islam. Begitu juga Ernest Gellner yang menyatakan Islam telah menjadi
cara hidup dan sebagai high culture oleh masyarakat muslim pribumi, termasuk di
nusantara. Setidaknya ke-dua ungkapan ini memberikan jawaban bahwa
pernyataan “Dunia Melayu adalah Dunia Islam dan Budaya Melayu adalah Budaya
Islam”, bukanlah suatu ungkapan yang berlebihan, tetapi memang landasan budaya
masyarakat melayu pada saat itu adalah Islam. [13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam datang
dikawasan Melayu diperkirakan pada sekitar abad ke-7. Kemudian
mengalami perkembangan secara intensif dan mengislamisasi masyarakat secara
optimal yang diperkirakan terjadi pada abad ke-13 M. SAwal kedatangannya diduga akibat hubungan dagang antara
pedagang-pedagang Arab dari Timur Tengah (seperti Mesir, Yaman, atau Teluk
Persia) atau dari daerah sekitar India (seperti Gujarat, Malabar, dan
Bangladesh), dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, semacam Sriwijaya di
Sumatra atau dengan di Maja Pahit di Jawa.
Perkembangan mereka pada abad ke-13 sampai awal abad
ke-15 ditandai dengan banyaknya pemukiman muslim baik di Sumatra seperti di
Malaka, Aceh, maupun di Jawa seperti di pesisir-pesisir pantai, Tuban, Gresik,
Demak, dan sebagainya.
Pusat-pusat kekuatan
ekonomi masyarakat Islam secara tidak langsung terlembagakan dalam bentuk
kota-kota dagang atau munculnya para saudagar muslim, baik di Malaka, Aceh,
maupun pesisir-pesisir pulau jawa. Saudagar-saudagar Arab, kelompok-kelompok
sufi, dan para mubaligh dari teluk persia, Oman maupun dari Gujarat-Persia
tersebut atau dari berbagai tempat lain dari Timur Tengah terus berakumulasi
dengan kekuatan lokal, hingga terbentuknya komunitas politik, yakni kesultanan
pada abad ke-16. Dari sana para saudagar mendapat perlingdungan dan semangat
lebih untuk meneruskan langkah-langkah ekonomi dan dakwahnya untuk menembus
wilayah-wilayah Timur lainnya, seperti daerah-daerah Jawa, serta daerah Maluku,
seperti Ambon, Ternate, Tidore, dan seterusnya, termasuk Kalimantan,
pulau-pulau Sulu dan Filipina.
Sampai
saat ini waktu kedatangan islam diindonesia belum diketahui secara pasti.dan
memang sulit untuk mengetahui kapan suatu kepercayaan mulai diterima oleh suatu
komunitas tertentu.disamping wilayah itu nusantara yang luas dengan banyak
daerah perdagangan yang memungkinkan terjadinya kontak dengan orang asing,
mengakibatkan suatu daerah mungkin lebih awal menerima pengaruh islam dari pada
daerah lain. Beberapa ahli menyebutkan bahwa berdasarkan berita cina dari
dinasti tang, islam sudah mulai diperkenalkan kepada masyarakat indonesia pada
abad ke-VII-VIII M. beria tersebut meneceritakan bahwa orang ta-shih
mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan holing yang dipimpin ratu simo
karena pemerintah di holing sangat kuat.meskipun hal itu tidak dapat diartikan bahwa orang islam belum menjejakan
kakinya dibumi indonesia.namun paling tidak memungkinkan belum terbentuknya
komunitas muslim.
Sebenarnya yang disebut melayu bukanlah
suau komunitas etnik atau suku bangsa. Namun dalam hal ini masyarakat merupakan
kumpulan etnik-etnik serumpun yang menganut agama yang sama dengan menggunakan
bahasa yang sama. Etnik-etnik serumpun yang lain pada umumnya menempati suatu
daerah tertentu. Dimanapun berada bahasa dan agama mereka sama, melayu dan
islam.kepulauan melayu merupakan gerbang masuk terdapat bagi pelayaran ketimur.
Karna itu tidak heran jika kerajaan-kerajaan islam awal seperti samudra pasai.
Abad ke-13 agama islam mulai berkembang pesat dikepulauan melayu, karena pada
saat itu agama hindu dan budha mengalami kemunduran pada peranan
politiknya.yang ditandai dengan mundurnya kerajaan sriwijaya dan swarnabumi dan
dengan kerisisnya ekonomi yang membelitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasbullah, Islam dan Tamadun Melayu,
Riau: Daulat Riau, 2009.
Hasjmy,
Ahmad,1990, sejarah kebudayaan islam diindonesia,jakarta:bulan bintang
Helmiati,
Islam dalam Masyarakat & Politik Malaysia, Pekanbaru: Suska Press
UIN Suska Riau, 2007.
Roza
Ellya, Islam dan Tamadun Melayu, Pekanbaru-Riau: Daulat Riau, 2013.
Sunanto,
Musyrifah, Sejarah peradaban Islam Indonesia, Jakarta :_PT. Raja
Grafindo Persada :2005
Thohir
Ajid, Studi Kawasan Dunia Islam Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, Jakarta:
Raja Pers, 2011.
Googlewebliqht.com/?islam
peradaban melayu.
http://awalbarri
.word..n-di-islam-nusantara
http://melayuonline.com /article/?
[1][1]Ajid Thohir, Studi Kawasan Dunia Islam
Perspektif Etno-Linguistik dan Geo-Politik, (Jakarta: Raja Pers, 2011), h.
324-325.
[4][4]Helmiati, Islam
dalam Masyarakat & Politik Malaysia, (Pekanbaru: Suska Press UIN Suska
Riau, 2007), h. 36-37.
[10]
Googlewebliqht.com/?islam
peradaban melayu.
[11]
.Hasjmy,
Ahmad,1990, sejarah kebudayaan islam diindonesia,jakarta:bulan bintang
[12]
http://awalbarri .word..n-di-islam-nusantara